Anak Cerdas dan Kreatif Berkat Alunan
Musik
Dibandingkan dengan kemampuan rata-rata anak seusianya, anak dari Ny. Ir. Catharina (30) jauh lebih baik. Ketika berusia dua bulan, anaknya sudah bisa tertawa terbahak-bahak. Di usia 3,5 bulan, sudah bisa melepas kacamata kakeknya. Bahkan, ketika umurnya menginjak empat bulan, sudah bisa bersalaman.
Semua itu bukan tanpa sebab. Ketika hamil, Ny. Catharina
ingat cerita orang tuanya bahwa musik klasik karya Wolfgang Amadeus Mozart bisa
membuat perkembangan otak belahan kanan janin dalam kandungan menjadi lebih
baik sehingga meningkatkan kemampuan afektif si anak.
Dari situlah ia lalu berusaha untuk selalu mendengarkan musik klasik. Dalam perjalanan ke kantornya, musik yang buat banyak orang terasa berat itu terus mengalun dari kaset di dalam mobilnya. Baginya mendengarkan musik klasik bukanlah kegiatan aneh apalagi membosankan karena kebetulan ia pencinta musik klasik. Ia justru terhibur di tengah-tengah kemacetan lalu lintas ibukota.
Kedua belahan otak harus imbang
Mendengarkan musik klasik sebenarnya merupakan bagian dari
beberapa stimulasi yang biasanya diberikan oleh ibu hamil kepada janin di dalam
kandungannya. Demikian kata Prof. Dr. Utami Munandar dalam seminar “Pengaruh
Mendengarkan Musik Klasik terhadap Janin dan Kehamilan“, di Jakarta, November
1998 silam.
Menurut guru besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
itu, stimulasi tersebut meliputi stimulasi fisik-motorik dengan “mengelus-elus”
jabang bayi melalui kulit perut sang ibu, stimulasi kognitif dengan berbicara
dan bercerita kepada janin, dan stimulasi afektif dengan menyentuh perasaan
bayi. Makin sering dan teratur perangsangan diberikan, makin efektif
pengaruhnya.
Pada janin, musik akan merangsang perkembangan sel-sel otak.
Perangsangan ini sangat penting karena masa tumbuh kembang otak yang paling
pesat terjadi sejak awal kehamilan hingga bayi berusia tiga tahun. Namun,
menurut dr. Jimmy Passat, ahli saraf dari FKUI-RSCM, dan Isye Widodo, S.Psi,
koordinator Parent Education Program RSAB Harapan Kita, Jakarta, intervensi ini
haruslah seimbang. Orang tua sebaiknya tidak hanya menstimulasi kemampuan otak
kiri, tetapi juga otak kanannya.
Oleh para pakar, organ pengontrol pikiran, ucapan, dan emosi
ini memang dibedakan atas dua belahan, kiri dan kanan, dengan fungsi berbeda.
Otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif, perasaan, gaya
bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan, warna, pengenalan diri dan orang lain,
sosialisasi, serta pengembangan kepribadian. Sementara otak kiri merupakan tempat
untuk melakukan fungsi akademik seperti baca-tulis-hitung, daya ingat (nama,
waktu, dan peristiwa), logika, dan analisis.
Oleh karena itu, bila stimulasi dilakukan secara seimbang,
diharapkan anak yang dilahirkan kelak tidak cuma memiliki kemampuan akademik
yang baik tetapi juga kreatif. Kalau dia pintar matematika, dia juga mampu
berbahasa, menulis, dan mengarang dengan baik.
Sementara itu bagi ibu hamil, musik – terutama yang klasik –
bisa membebaskannya dari stres akibat kehamilan. Ini sangat baik sebab, menurut
dr. Suharwan Hadisudarmo Sp.OG. MMR, stres yang tidak dikelola dengan baik,
akan berdampak buruk bagi ibu yang bersangkutan dan perkembangan janin di
rahimnya. Stres pada wanita hamil akan meningkatkan kadar renin angiotensin,
yang memang sudah meningkat pada wanita hamil sehingga akan mengurangi
sirkulasi rahim-plasenta-janin. Penurunan sirkulasi ini menyebabkan pasokan
nutrisi dan oksigen kepada janin berkurang. Perkembangan janin pun terhambat.
Hambatan macam ini bisa dihilangkan atau dikurangi bila si ibu mendengarkan
musik klasik, terutama karya Mozart.
Memang, tidak setiap ibu hamil menyukai musik klasik. Namun,
kalau didengarkan secara berulang-ulang hingga hafal, akan terasa letak
indahnya musik klasik ini. Keindahan dan ketenangan inilah yang membuat musik
klasik itu istimewa.
Cukup 30 menit sehari
Mungkin semua jenis musik, dari yang tradisional hingga
modern, bisa pula dimanfaatkan untuk hal yang sama. Namun, hingga saat ini yang
sudah diteliti dan menunjukkan hasil positif baru musik klasik, terutama karya
Mozart. Jenis musik ini terbukti efektif dalam menstimulasi perkembangan otak
belahan kanan dari janin. Menurut Suzuki (1987), seperti dikutip Utami, bila
anak dibesarkan dalam suasana musik Mozart sejak dini, jiwa Mozart yang penuh
kasih sayang akan tumbuh juga dalam dirinya.
Mendengar alunan musik yang tenang, jantung si janin
berdenyut dengan tenang pula. Bahkan, setelah dilahirkan mendengarkan musik
klasik juga memberi pengaruh baik bagi si bayi. Sekadar contoh, seperti
diberikan Utami, seorang bayi berusia tiga bulan, yang sejak lahir sering
diputarkan musik klasik, mampu menggerakkan badannya sesuai dengan iramanya.
Jika irama makin cepat menuju klimaks, gerakan bayi lebih cepat dan aktif, dan
ketika musik berhenti dia menunjukkan ketidaksenangan.
Sementara untuk merangsang belahan otak kiri yang
bertanggung jawab terhadap kemampuan akademik, tambah Isye, musik dengan syair
yang mendidik terbukti memberi pengaruh baik. “Saya menggunakan lagu-lagu
anak-anak Indonesia. Itu merupakan eksperimen saya sendiri. Nah, intervensi
yang saya gunakan selama ini ternyata ada gunanya. Bayi yang dilahirkan, ketika
berusia dua tahun ternyata memiliki kemampuan komunikasi pasif dan aktif
seperti anak usia empat tahun. Contoh lainnya, bayi berusia tiga bulan umumnya
belum ada tanda-tanda mengeluarkan kata-kata ‘a-e-o’. Tapi bayi yang, ketika
masih dalam kandungan, mendapat terapi musik sudah bisa mengeluarkan kata-kata
itu, kemampuan berbahasanya lebih cepat,” ungkapnya.
Stimulasi perkembangan otak janin ini bisa dilakukan sejak
usia kehamilan 18 – 20 minggu. Menurut Harold I. Kaplan, Benjamin J. Sadock,
dan Jack A. Grebb, pada usia itu janin sudah dapat mendengar. Dia juga sudah
bisa bereaksi terhadap suara dengan memberi respons berupa kontraksi otot,
pergerakan, dan perubahan denyut jantung. Bahkan, pada usia itu perkembangan
mental emosional janin sudah dapat dipengaruhi musik.
Mendengarkannya bisa dilakukan di mana saja. Namun, untuk
tujuan terapi sebaiknya dilakukan di tempat khusus untuk terapi dan dipandu
oleh pakarnya. “Di tempat terapi ini akan tercipta suasana kebersamaan. Dengan
kebersamaan itu, mereka bisa bertukar pengalaman dan sebagainya, sehingga saat
menghadapi persalinan persiapan mental mereka sudah bagus dan rasa percaya
dirinya juga bagus,” jelas Isye. Di samping itu ibu hamil dianjurkan pula
mendengarkan musik di rumah secara teratur.
Dalam melakukan terapi musik, ibu hamil mesti melalui tahapan
relaksasi fisik dan mental sebelum memasuki tahapan stimulasi terhadap janin.
“Untuk mencapai rileks fisik saya memberikan relaksasi progresif di mana
ibu-ibu mengendurkan dan mengencangkan otot-ototnya, mengatur pernapasan dan
sebagainya. Setelah secara fisik rileks, baru memasuki relaksasi mental. Dalam
relaksasi mental, saya mengucapkan kata-kata yang bersifat sugesti dan
menguatkan. Jadi secara fisik mereka rileks, dan saya membawa mereka ke dalam
suasana di mana mereka bisa melupakan semua konflik yang mereka rasakan
sebelumnya. Mereka hanya berkonsentrasi untuk terapi. Pada saat diberi
instruksi-instruksi untuk relaksasi, diperdengarkan alunan musik yang bisa
membangkitkan perasaan rileks. Setelah itu, baru memasuki stimulasi untuk
janin,” jelas psikolog yang memperdalam terapi musik di Jerman ini.
Waktu yang diperlukan untuk terapi sekitar 30 menit, untuk
relaksasi (10 – 15 menit), dan stimulasi (15 – 20 menit). Di rumah, lamanya
mendengarkan musik yang dianjurkan untuk ibu hamil sekitar 30 menit setiap
hari. Sebaiknya, saat mendengarkan jarak loudspeaker sekitar 50 cm dari perut.
Si ibu bisa melakukannya dalam keadaan istirahat atau aktif seperti membaca
atau melakukan senam hamil.
Untuk memperoleh manfaat dari mendengarkan musik, ibu hamil
dianjurkan mendengarkan dengan penuh perhatian dan kesadaran. Musik mesti
mendapat kesempatan untuk merasuk ke dalam pikiran. Dengan demikian, suara,
harmoni, dan irama musik dapat mendorong seseorang untuk bergairah, kreatif,
dan menyenangkan.
Bagi yang belum terbiasa mendengarkan musik klasik,
sebaiknya dimulai dengan belajar menikmati musik klasik ringan macam gubahan
Johann Strauss. Setelah terbiasa bisa dicoba dengan yang lebih berat dan sudah
terkenal seperti gubahan W.A. Mozart, Fredric Chopin, dan Ludwig van Beethoven.
Berikutnya dicoba musik dengan komposisi lengkap, seperti konser atau simfoni.
Memutar janin
sungsang
Uniknya, stimulasi musik klasik juga bisa digunakan untuk
memutar posisi janin sungsang menjadi normal. Menurut dr. Ronald David, SpOG,
ahli kebidanan dan penyakit kandungan Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya,
Jakarta, beberapa jenis musik baroque ciptaan Antonio Vivaldi dan Johann
Sebastian Bach, kini digunakan di Kanada dalam upaya memutar letak janin yang
sungsang sejak usia 32 – 35 minggu.
Semula upaya memutar letak janin ini dilakukan cuma melalui
senam (postural exercise) dengan posisi the breech tilt (berbaring dengan
pantat disokong tiga bantal hingga tingginya sekitar 30 cm dari lantai dan
lutut ditekuk) yang diperkenalkan pertama kali oleh Marianne B.W. pada 1983.
Atau, dengan cara visualisasi (mengubah posisi janin dengan kemampuan mental).
Pada tahun 1987 Penny Simkin P.T. menyempurnakan cara senam dengan memadukan
senam dan musik.
Dalam memadukan senam dan musik klasik, posisi senam the
breech tilt atau knee chest (menungging dengan dada menempel pada lantai)
sebenarnya sama saja. “Namun, posisi the breech tilt menimbulkan lebih banyak
keluhan pada ibu hamil. Karena itu, kami menganjurkan untuk memilih posisi knee
chest,” jelas dr. Ronald.
Dengan posisi itu ditambah dengan gaya gravitasi, kepala
janin akan jatuh ke arah fundus uteri. Gaya gravitasi yang terus-menerus
menyebabkan kepala janin lebih fleksibel sehingga dagu janin menyentuh dadanya.
Berat badan serta penekanan oleh usaha janin sendiri untuk mencari suara musik
klasik agar lebih jelas menyebabkan terjadinya perputaran letak lintang dan
kemudian menjadi letak kepala.
Untuk tujuan ini, ibu hamil perlu pemeriksaan medis dan
pemeriksaan USG terlebih dahulu guna mengetahui letak plasenta. Dari hasilnya
bisa diketahui bisa-tidaknya si ibu melakukan senam yang dikombinasi dengan
terapi musik untuk mengubah posisi janin. Kalau OK, latihan bisa dimulai.
Latihan ini dimulai pada usia kehamilan 32 – 36 minggu. Tempat sebaiknya
dipilih yang tenang dan bebas bising. Frekuensinya tiga kali sehari,
masing-masing 10 – 15 menit. Latihan sebaiknya dilakukan saat janin aktif dan
perut ibu dalam keadaan kosong.
Saat latihan sepasang earphone ditempelkan di bagian perut
bawah, tempat kepala janin diharapkan akan berada, dengan bantuan plester atau
perekat lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan, musik klasik baroque
(Vivaldi, Bach, Mozart) lebih baik ketimbang jenis romantic (Chopin, Debussy,
Beethoven). Musik rock malah mengganggu putaran janin. Pikiran hendaknya
membayangkan janin berputar ke arah yang diharapkan. Bila kepala terasa panas,
pusing, mual, latihan dihentikan dan diulang keesokan harinya. Setelah dua
minggu latihan, perlu pemeriksaan dokter untuk mengetahui keberhasilannya. Bila
belum berhasil, perlu dilanjutkan lagi selama dua minggu dengan lama latihan
sekitar 30 menit.
“Kunci keberhasilan senam yang dikombinasikan musik klasik
untuk memutar letak bayi ini tergantung motivasi ibu melakukannya,” jelas dr.
David. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan perputaran di
antaranya letak sungsang Frank Breech, lilitan tali pusat, plasenta inersi di
comu uteri yang berhadapan dengan muka janin, dan kelainan bentuk uteris
(bicomis, subseptus).
Saat ini penggunaan musik klasik untuk stimulasi atau terapi
bagi janin dan ibu hamil memang bukan hal baru di negara maju macam Prancis dan
Jepang. Sebaliknya, di Indonesia baru dicoba sejak beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 1994 RSAB Harapan Kita, Jakarta, merintis penerapan cara-cara stimulasi
atau terapi ini. Setelah itu, beberapa rumah sakit ikut mempraktikkan. Di
antaranya RS Atmajaya, RS Pantai Indah Kapuk, dan RS Pluit. Bahkan, terapi
musik sudah masuk ke Puskesmas meski baru Puskesmas Tambora, Jakarta Barat yang
mempraktikkannya.
Namun, jauh dari pusat-pusat pelayanan kesehatan juga bukan
berarti ibu-ibu hamil tidak bisa melakukannya. Mereka bisa mencobanya di rumah
sendiri, syukur-syukur bila sempat berkonsultasi denga terapis musik terlebih
dahulu.
Sumber : I Gede Agung
Yudana, dr. & Hardywinoto SKM (intisari – Mei 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar